Bermodal Kacamata, Orang Ini Sukses Usir Belanda

Bermodal Kacamata, Orang Ini Sukses Usir Belanda

Read Time:2 Minute, 29 Second

Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah Indonesia merdeka 1945, Belanda tiba-tiba datang kembali ingin menjajah. Lewat tindakan agresi militer, Belanda mencoba mempertahankan hegemoni di Indonesia.

Jelas, sikap ini menimbulkan amarah bagi rakyat Indonesia. Banyak rakyat membantu tentara untuk berjuang mengusir Belanda. Namun, tak semua perjuangan itu dilakukan dengan mengangkat senjata. Ada yang berbisnis, termasuk salah satunya Atjoem Kasoem. Kasoem berjuang lawan Belanda lewat jualan kacamata. Bagaimana bisa?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagaimana ditulis Sudarsono Katam dalam Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950 (2018), Kasoem lahir di Kadungora, Garut, pada 1918. Dia adalah salah satu anak yang cukup beruntung karena bisa sekolah di masa kolonial. Tercatat dia lulusan Schakelschool dan Sekolah Taman Siswa.

Perkenalan pertamanya dengan dunia kacamata terjadi berkat pertemuannya dengan Kurt Schlasser. Kurt adalah ahli optik asal Jerman dan pemilik toko kacamata Kurt Schlasser & Co yang berada di Jl. Braga, Bandung. Beruntungnya, Kurt adalah bos yang baik. Dia tak hanya memperkerjakan, tetapi juga mendorong Kasoem untuk menjadi ahli dan pengusaha optik seperti dirinya. Sebab, kata Kurt, untuk apa merdeka kalau ekonomi Indonesia masih dikuasai asing.

Namun, usaha Kasoem menjadi pengusaha optik baru terjadi di bulan Mei 1943. Penyebabnya karena Kurt ditahan oleh tentara Jepang. Maka, operasional dan kepemilikan toko pun jatuh ke tangan Kasoem hingga Indonesia merdeka di tahun 1945. Saat Belanda datang Kasoem terpaksa pindah dari Bandung dan tinggal sementara di Jogjakarta.

Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia (2005) menuliskan, sebagai ahli optik pertama asal Indonesia, banyak pejabat tinggi negara di Jogjakarta yang jadi pelanggan Kasoem. Bung Karno dan Bung Hatta juga tercatat pernah jadi pelanggannya. Diketahui, dia berdagang di sana selama tiga tahun. Namun, prosesnya tidak semudah yang dibayangkan.

Selama masa perang (1945-1949) Kasoem kesulitan mendapat bahan baku kacamata karena ada blokade ekonomi oleh Belanda. Sebagai jalan keluar, dia membuka bengkel dan pabrik kacamata skala kecil di Klaten. Berkat itu, bisnis kacamatanya bisa tumbuh hingga perang selesai di tahun 1950.

Ketika situasi normal, Kasoem kembali ke Bandung dan berjualan kacamata lewat toko kacamata dari Kurt Schlasser & Co. Dari sinilah dia mulai melebarkan sayap bisnis. Dia membuka cabang di Tasikmalaya dan Jogjakarta. Kendati demikian, dia tak puas atas bisnisnya.

Sebab, Kasoem ingin semua komponen kacamata produksinya di buat di dalam negeri. Sehubungan dengan itu, dia lantas pergi ke Jerman untuk mempelajari seluk-beluk perihal produksi dan pembuatan komponen kacamata di tahun 1960. Masih mengutip Sudarsono Katam dalam Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950 (2018), dia diterima untuk magang di pabrik optik milik Dr. Hermann Gebest untuk beberapa tahun.

Setelah belajar dia pulang kampung dan langsung mendirikan pabrik lensa di Garut bermodalkan pinjaman BNI sebesar Rp 69 juta pada 1974. Sejak itulah dia menjadi terkenal sebagai ahli optik pertama, sekaligus perintis pabrik dan toko kacamata di Indonesia.

Sepeninggal Kasoem pada 17 Juni 1979, toko kacamatanya masih eksis dengan nama Kasoem Vision Care. Bahkan, lini bisnisnya juga bertambah tak hanya mengurusi mata, tetapi juga telinga dengan mendirikan Kasoem Hearing Center.

[Gambas:Video CNBC]

(mfa/sef)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Samsung Galaxy SmartTag 2 gets NBTC certified Previous post Samsung Galaxy SmartTag 2 gets NBTC certified
HMD launches affordable Nokia G310 5G and Nokia C210 in the US Next post HMD launches affordable Nokia G310 5G and Nokia C210 in the US