
Kisah Pedagang Asongan yang Sukses Jadi Pendiri Merek Silet
Jakarta, CNBC Indonesia – Di Indonesia pisau cukur merupakan benda yang sudah tidak asing lagi karena sering digunakan untuk berbagai keperluan. Mulai dari potong rambut, tata rambut pria, hingga branding gosip stasiun TV. Kata “berkobar” sendiri telah terdaftar sebagai kosakata dalam KBBI. Artinya, pisau berupa lempengan baja kecil dan tipis, biasanya bermata dua (tanpa gagang).
Berbagai merek pisau cukur dapat dengan mudah ditemukan. Mulai dari Gillette, Shick, Dayman, hingga pisau cukur tanpa merek. Meski terkesan sangat Indonesia, “pisau cukur” itu sebenarnya bukan asli Indonesia. Bagaimana bisa?
Sejarah kata “razor” bisa ditelusuri hingga ditemukannya benda ini oleh seorang pria asal Amerika Serikat (AS) bernama King Camp Gillette pada tahun 1895. Sebagai catatan, mengutip situs Brittanica, Gillette awalnya adalah seorang pedagang asongan.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Suatu ketika, Gillette melihat banyak pria berjuang untuk tampil tampan, rapi, dan necis. Masalah biasanya dialami oleh pria yang memiliki kumis, janggut dan cambang. Setiap kali dia ingin memangkas tiga rambut yang tumbuh di wajahnya, setiap pria harus mengasah pisaunya untuk mencukurnya. Tentu saja, proses ini sangat rumit.
Setiap ingin merapikan kumis misalnya, ada bahaya yang mengintai karena pisau yang berukuran cukup besar bisa menusuk kulit wajah. Dari sini, Gillette punya ide menarik. Mengutip penjelasan dalam Cutting Edge: Gillette’s Journey to Global Leadership (1998), pria kelahiran 5 Januari 1855 itu kemudian membuat sebuah pisau yang sangat kecil yang bermata dua tipis pada tahun 1895. pisau yang dia buat untuk dua kegunaan. sebelum dibuang.
Jelas, temuan Gillette laris manis di pasaran. Produk buatannya ia ciptakan saat masih berjualan pedagang asongan.
Meski begitu, permintaan yang tinggi membuat Gillette kewalahan. Di situs resmi Gillette diketahui bahwa ia pergi ke Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk meminta solusi, siapa tahu MIT bisa membuat printer untuk produknya.
Beruntung, seorang peneliti bernama Nickerson mampu mewujudkan keinginan Gillette. Sejak itu, ada produksi pisau cukur dalam skala besar, bersama dengan gagang plastik untuk kenyamanan pengguna. Produksi besar inilah yang kemudian membuat Gillette mendirikan tokonya sendiri pada tahun 1901. Di toko tersebut, ia mulai berjualan dan menamai produknya dengan merek dagang Razor.
Awalnya, hanya selusin yang terjual. Namun seiring berjalannya waktu setelah setahun berdiri, toko tersebut sukses menjual ribuan pisau cukur.
Tak ketinggalan, penemuan ini juga dipatenkan pada 1904. Seiring berjalannya waktu, didirikanlah perusahaan Gillette yang khusus memasarkan pisau cukur merek Razor yang menurutnya digunakan oleh 750 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Tidak diketahui secara pasti kapan Gillette masuk ke Indonesia. Namun berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, jejak awal pisau cukur tersebut terdeteksi pada surat kabar De Sumatra Post edisi 8 Agustus 1913. Di koran itu, iklan Gillette ditempatkan hampir setengah halaman dan bisa dibeli di toko M. Goldenberg & Co.
Iklan tersebut dilengkapi dengan visual seorang anak kecil memegang pisau cukur di bawah dagunya. Iklan tersebut disertai dengan slogan “Safety-Razors, Veiligheid Scheeraparaten” yang berarti “Safety-Razors, Safety Razors”, sekaligus disertai himbauan untuk tidak membeli produk tiruan.
Diyakini bahwa perubahan kata menjadi silet adalah karena kata “Gillette” terdengar seperti “shilet” dalam bahasa Belanda. Dari sinilah bangsa Indonesia memasukan silet sebagai kata dalam komunikasi yang kemudian terekam lintas generasi.
Kasus ini sama, misalnya, pengucapan kata Belanda “gordijn” menjadi “gordeng” atau “hordeng” dalam bahasa Indonesia. Di Indonesia, produk Gillette kemudian diproduksi di bawah bendera Procter & Gamble (P&G) Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(mfa/mfa)