Sepatu Bata Bukan Made in Indonesia, Ini Negara Aslinya

Sepatu Bata Bukan Made in Indonesia, Ini Negara Aslinya

Read Time:2 Minute, 35 Second

Jakarta, CNBC Indonesia – Saat liburan sekolah tiba, banyak anak ingin membeli sepatu baru. Salah satu brand yang diincar adalah Bata.

Harga murah, kualitas bagus dan mudah didapat menjadi alasan orang membelinya. Selain itu, Bata juga telah teruji oleh waktu karena sudah ada di Indonesia sejak tahun 1931.

Alhasil, masyarakat Indonesia sudah familiar dengan merek sepatu ini. Apalagi kata “Bata” terdaftar sebagai kosakata dalam KBBI yang berarti “benda yang berbentuk persegi panjang seperti kotak atau peti kecil”.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN

Contohnya adalah batu bata, batu bata garam, batu bata, dan sebagainya. Atas dasar itu, masyarakat menganggap Bata sebagai produk dalam negeri, apalagi pabrik sepatunya terletak di Kalibata, Jakarta Selatan.

Namun, pada kenyataannya itu semua salah. Ya, sepatu Bata bukanlah produk dalam negeri, melainkan produk Eropa tepatnya asal Ceko. Kata “Bata” sebenarnya diambil dari pendiri dan pembuatnya, yaitu Tomas Bata.

Tomas adalah pengusaha Ceko. Dengan pinjaman seorang ibu sebesar US$ 350, ia dan saudara-saudaranya mendirikan pabrik sepatu Bata di Zlin pada 24 Agustus 1894.

Sejak saat itu, ia sering bepergian mencari inspirasi membuat sepatu. Dia juga belajar menemukan mesin pembuat sepatu.

Tercatat ia pernah berkunjung ke New England (Amerika Serikat/USA) untuk belajar membuat sepatu dengan mendaftar sebagai buruh pabrik sepatu. Hanya ketika dia memiliki pengetahuan yang cukup, dia kembali ke Ceko untuk mempraktikkan semuanya.

Beruntung, saat kembali ke tanah air, Eropa sedang mengalami perang yang dikenal dengan Perang Dunia I (1914-1918). Berkat acara ini, Bata menerima pesanan sepatu bot tentara dalam jumlah besar.

Menurut The Encyclopedia of the Industrial Revolution in World History (2014), diketahui Bata mampu memproduksi 50 ribu sepatu selama masa perang. Dari keunggulan tersebut Bata mampu berekspansi ke berbagai negara.

Bata dimulai dari Swiss, lalu ke Inggris, Prancis, Belanda, Kanada, hingga sebuah negara di Timur bernama Hindia Belanda. Jejak Bata di Hindia Belanda terdeteksi pada tahun 1931 melalui pendirian gudang impor sepatu Bata di Tanjung Priok.

Sebagaimana dijelaskan dalam Enterpreneur Extraordinary: Biography of Tomas Bata (1968), lisensi perusahaan Bata dipegang oleh NV Nederlandsch Indische Schoenhandel Maatschappij Bata. Sayangnya, Tomas sudah lama tidak bisa melihat kesuksesan Bata di Hindia Belanda karena terpaksa meninggal dalam kecelakaan pesawat pada tahun 1932.

Kendati demikian, bisnis Bata tetap berjalan di tangan sang anak. Dan di Hindia Belanda, Bata ternyata berhasil menjadi ‘raja sepatu’ setelah mendirikan pabrik sepatu Bata di Kalibata, pada tahun 1939.

Sejak saat itu, Bata terus eksis, apapun tantangannya. Bahkan di masa-masa sulit Bata tidak tutup.

Tak hanya dimiliki rakyat jelata, Sukarno juga tercatat sebagai pengguna sepatu Bata. Menurut keterangan ajudannya, Maulwi Saelan, dalam memoar berjudul Dari Revolusi ’45 Hingga Kudeta ’66: Kesaksian Wakil Panglima Tjakrabirawa (2001), diketahui sang proklamator memiliki 3 kotak sepatu Bata berisi 3 sepasang sepatu untuk olahraga.

Keberadaan Bata bertahan hingga saat ini. Produk Bata di seluruh dunia berada di bawah jaringan internasional Organisasi Sepatu Bata.

Di Indonesia, lisensi Bata dipegang oleh PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Merek tersebut juga memegang lisensi untuk merek lain, seperti North Star, Power, Bubblegummers, Marie-Claire, dan Weinbrenner.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Berikutnya

Baru membuka toko es krim, wanita berusia 23 tahun ini menelan biaya Rp 3,4 miliar

(mfa/sef)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
vivo iQOO 11S to come with 200W charging, certification documents reveal Previous post vivo iQOO 11S to come with 200W charging, certification documents reveal
Redmi K60 Ultra certified with 120W charging Next post Redmi K60 Ultra certified with 120W charging