
Sosok Ini Dulu Miskin & Jualan Perabot, Kini Jadi Triliuner
Jakarta, CNBC Indonesia – Masa kecil Ingvar Kamprad penuh dengan kepahitan. Dia lahir pada 30 Maret 1926 dari keluarga petani biasa yang cukup miskin. Keluarganya harus memilih dan memilah kebutuhan rumah tangga akibat minimnya uang. Atas dasar inilah, jalan hidup Kamprad berbeda dengan anak seusianya.
Sejak usia lima tahun, dia sudah didorong oleh neneknya untuk berbisnis. Sang Nenek punya cara cerdas untuk mengajari bocah itu berbisnis lewat semacam skenario. Jadi, ketika Kamprad kecil mendapat ikan, membeli kotak korek api, kartu natal atau membeli majalah, neneknya pura-pura membeli apa yang didapat cucunya itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lewat cara ini, Kamprad jadi mengetahui bahwa untuk mendapat uang perlu semacam usaha dan negosiasi yang cocok kepada pembeli. Dari sinilah, tulis situs IKEA Museum, minatnya kepada dunia wirausaha muncul. Hingga akhirnya dia mulai serius berbisnis di usia belasan tahun dengan menjajakan kaus kaki dan biji-bijian ke lingkungan tempat tinggalnya.
Berkat upaya ini, Kamprad sukses membiayai hidupnya, termasuk membayar biaya bulanan sekolah. Titik balik langkah bisnisnya terjadi pada 1943 atau di usianya ke-17. Di usia tersebut, Kamprad berani mendirikan toko perabot bernama IKEA yang merupakan akronim dari Ingvar Kamprad, Elmtaryd (nama keluarga) dan Agunnaryd (tempat tinggalnya).
Sebenarnya, pendirian ini berawal dari keanehan Kamprad terhadap perbedaan harga barang di pabrik dan etalase toko. Dia kerap bertanya-tanya: kenapa harga di pabrik bisa lebih murah dibanding harga di toko? Misalkan, harga di pabrik Rp. 10 ribu, sedangkan jika ditaruh di toko menjadi Rp 20 ribu.
Berdasarkan analisa sederhana, pria asal Swedia itu menduga biaya distribusi-lah biang keroknya. Alhasil, dia pun mendirikan IKEA dengan tujuan menyediakan perabot yang murah di masyarakat. IKEA berfungsi sebagai pabrik dan toko di satu tempat yang sama.
The Guardian menulis awalnya IKEA berjualan lewat katalog yang dikirim via surat. Namun, pada 1953, sistem itu sudah diubah menjadi sepenuhnya berbentuk gerai yang pertama kali berdiri di Alhmhutl, Swedia.
Naluri manusia untuk mencari barang murah dengan kualitas terbaik pada akhirnya membuat IKEA terkenal. Bahkan, pada tahun-tahun tersebut, The Guardian menulis IKEA menyebar bak virus: cepat dan masif. Persebaran itu tak hanya di Swedia, tetapi juga negara tetangga di Eropa hingga tanah Amerika Serikat. Semuanya, terjadi hanya dalam kurun waktu 10 tahun saja.
Sebenarnya, tak ada yang spesial dari strategi Kamprad. Mengutip The New York Times, agar bisa menjual barang secara “murah” dia hanya mencari bahan baku dari daerah yang murah. Sisanya hanya strategi marketing relevan, seperti tata letak ruang penjualan dan berdagang makanan.
Kini, IKEA menjadi toko perabot terbesar di dunia. Tercatat, ada 460 toko di 61 negara, yang semuanya punya ciri serupa: berada di luar kota besar. Di Indonesia, dalam catatan situs resminya, ada 7 toko yang tersebar di Tangerang, Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya.
Besarnya jaringan IKEA itu jelas menghasilkan cuan besar. Berdasarkan laporan situs resmi (2022), secara global IKEA tercatat mendapat keuntungan sebesar € 27,6 miliar atau sekitar Rp 45 triliun.
Sedangkan, harta pribadi Kamprad juga tak kalah besar. Diketahui menurut Bloomberg International, dia memiliki harta US$ 58,7 miliar pada 2006 yang membuatnya menjadi orang terkaya keempat di dunia.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Kunci ‘Sakti’ Sukses Orang Minang, Wajib Ditiru Banyak Orang!
(mfa/sef)